Hadirin jamaah Jum’at yang dirahmati oleh Allah!
Pada hari yang penuh berkah ini, khatib mengajak mari kita tingkatkan iman dan taqwa kepada Allah agar Allah selamatkan kita di dunia dan akhirat. Selanjutnya berkaitan dengan tema khutbah hari ini mari kita perhatikan firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi dari pernyataan iman kita, adalah adanya ujian yang akan diberikan Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kesungguhan kita dalam menyatakan iman. Apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati atau sekedar ucapan di lisan yang kosong tanpa makna.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Kita perlu ketahui bahwa begitu besar balasan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah dan menghiasi imannya dengan Amal sholeh. Yaitu puncak kenikmatan yang dijanjikan Allah Subhannahu wa Ta'ala berupa surga Firdaus:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, bagi mereka adalah Surga Firdaus menjadi tempat tinggal. (Al-Kahfi 107).
Bila kita sudah menyatakan iman dan kita mengharapkan manisnya buah keimanan kita, maka marilah kita bersiap-siap untuk menghadapi ujian berat yang akan Allah berikan kepada kita. Dan ketika ujian itu datang maka kita harus bisa bersabar menghadapinya. Allah ta’ala memang menjanjikan surga yang penuh kenikmatan, namun untuk memperolehnya perlu perjuangan dan melewati berbagai ujian keimanan. Saudaraku yang dirahmati Allah,di dalam Al Quran Allah ta’ala menyindir seseorang yang ingin mendapat kenikmatan surga namun enggan melewati ujian yang berat, sebagaimana telah dirasakan oleh orang-orang terdahulu.
Apakah kalian mengira akan masuk Surga sedangkan belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan keseng-saraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama-nya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguh-nya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah 214).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam mengisahkan betapa beratnya perjuangan orang-orang dulu dalam mempertahankan iman mereka, sebagaimana dituturkan kepada shahabat Khabbab Ibnul Arats Radhiallaahu ‘anhu.
Sungguh telah terjadi kepada orang-orang sebelum kalian, ada yang di sisir dengan sisir besi (sehingga) terkelupas daging dari tulang-tulangnya, akan tetapi itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada pula yang diletakkan di atas kepalanya gergaji sampai terbelah dua, namun itu tidak memalingkannya dari agamanya... (HR. Al-Bukhari)
Rasanya iman kita ini belum seberapanya bahkan tidak ada artinya bila dibandingkan dengan ketegaran mereka dalam mempertahankan iman saat menghadapi ujian yang berat. Lantas tidakkah kita merasa malu meminta balasan yang besar dari Allah sementara pengorbanan kita sedikit pun belum ada.
Mari kita renungkan, apa yang telah kita lakukan untuk membuktikan keimanan kita? Cobaan apa yang telah kita alami dalam mempertahankan iman kita? Apa yang telah kita korbankan untuk memperjuangkan aqidah dan iman kita? Lihatlah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam, para sahabat dan orang-orang terdahulu dalam memperjuangkan dan mempertahankan iman mereka. Mereka rela mengorbankan segalanya, harta, benda, tenaga, pikiran bahkan nyawapun mereka korbankan untuk itu.
Hadirin sidang Jum’at yang dimuliakan Allah!
Ujian yang diberikan oleh Allah kepada manusia berbeda-beda dan bermacam-macam bentuknya, setidaknya ada empat contoh ujian yang amat berat yang telah dialami oleh para pendahulu kita.
Yang pertama, ujian yang berbentuk perintah untuk dilaksanakan,
seperti perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk menyembelih putranya yang sangat ia cintai, yaitu Ismail. Ini adalah satu perintah yang betul-betul berat dan mungkin tidak masuk akal, bagaimana seorang ayah harus menyembelih anaknya yang sangat dicintai, padahal anaknya itu tidak melakukan kesalahan apapun. Sungguh ini ujian yang sangat berat sehingga Allah sendiri mengatakan:
Dan di sini kita melihat bagaimana kualitas iman Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang benar-benar sudah tahan uji, sehingga dengan segala ketabahan dan kesabarannya perintah yang sangat berat itupun dijalankan.
Yang kedua, ujian yang berbentuk larangan untuk ditinggalkan
seperti yang terjadi pada Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang diuji dengan seorang perempuan cantik, istri seorang bangsawan di Mesir yang mengajaknya berzina, Namun Nabi Yusuf ‘alaihissalam membuktikan kualitas imannya, ia mampu melepaskan diri dari godaan perempuan itu, padahal seandainya dia mau pada saat itu kesempatan itu sangatlah terbuka lebar. Inilah bukti beratnya ujian keimanan berupa hawa nafsu yang dibisikkan oleh syaitan mampu diatasi oleh Yusuf ‘alaihissalam.
Yang ketiga, ujian yang berbentuk musibah seperti terkena penyakit, ditinggalkan orang yang dicintai dan sebagainya.
Sebagai contoh, Nabi Ayyub ‘alaihissalam. Ia diuji oleh Allah dengan penyakit kulit yang sangat buruk sehingga tidak ada dalam badannya yang selamat dari penyakit itu selain hatinya, seluruh hartanya habis, seluruh kerabatnya meninggalkannya, tinggal ia dan isterinya yang setia menemaninya dan mencarikan nafkah untuknya. Musibah ini berjalan selama delapan belas tahun, ia jalani dengan sabar dan tawakkal. Sampai pada saatnya Ia mengadu kepada Allah atas beratnya ujian yang ia alami.
Kemudian Allah memerintahkan Nabi Ayyub untuk menghantamkan kakinya ke tanah, lalu keluarlah mata air dan Allah menyuruhnya untuk meminum air itu, maka hilanglah semua penyakit yang ada di tubuhnya. Begitulah ujian Allah kepada NabiNya, masa delapan belas tahun dalam kemiskinan dan ditinggalkan oleh sanak saudara merupakan perjalanan hidup yang sangat berat, namun di sini Nabi Ayub Alaihissalam membuktikan ketangguhan imannya, tidak sedikitpun ia menyalahkan Allah dan tidak terbetik pada dirinya untuk menanggalkan imannya.
Sidang Jumat rahimakumullah,
Yang keempat, ujian lewat tangan orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak menyenangi Islam.
Apa yang dialami oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya terutama ketika masih berada di Mekkah kiranya cukup menjadi pelajaran bagi kita, betapa keimanan itu diuji dengan berbagai cobaan berat yang menuntut pengorbanan harta benda bahkan nyawa. Di antaranya apa yang dialami oleh Rasulullah di akhir tahun ketujuh kenabian.
Ketika itu orang-orang Quraisy bersepakat untuk memutuskan hubungan apapun dengan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam beserta Bani Abdul Muththolib dan Bani Hasyim yang melindunginya, kecuali jika kedua suku itu bersedia menyerahkan Rasulullah untuk dibunuh. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam bersama orang-orang yang membelanya terkurung selama tiga tahun, mereka mengalami kelaparan dan penderitaan yang hebat. (DR. Akram Dhiya Al-‘Umari, As-Sirah An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 182).
Juga apa yang dialami oleh para shahabat tidak kalah beratnya, seperti apa yang dialami oleh Yasir dan istrinya Sumayyah dua orang pertama yang syahid di jalan Allah ketika mempertahankan keislamannya. Juga Bilal Bin Rabah yang dipaksa memakai baju besi kemudian dijemur di padang pasir di bawah sengatan matahari, kemudian diarak oleh anak-anak kecil mengelilingi kota Mekkah dan Bilal hanya mengucapkan “Ahad, Ahad” (DR. Akram Dhiya Al-Umari, As-Siroh An-Nabawiyyah Ash-Shahihah, Juz 1 hal. 154-155).
Dan masih banyak kisah-kisah lain yang menunjukkan betapa berat pengorbanan dan penderitaan mereka dalam perjuangan mempertahankan iman mereka. Namun penderitaan itu tidak sedikit pun melemahkan iman mereka.
Hadirin jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Sebagai seorang mukmin yang telah menyatakan iman kita kepada Allah, kita harus bersiap diri untuk menerima ujian dari Nya, dan kitapun harus yaqin bahwa ujian dari Allah itu adalah tanda kecintaan Allah kepada kita, dan Allah tidak akan menguji hambanya diluar kemampuannya.
Semoga kita semua senantiasa tabah dan sabar dalam menghadapi ujian yang akan dan mungkin sedang Allah ujikan kepada kita. Amin yaa robbal ‘aalmiin.